figshare
Browse
Laporan RHM SAP Alor_2018_Final_layouted with DOI.pdf (7.34 MB)

Pengamatan Terumbu Karang Untuk Evaluasi Dampak Pengelolaan di Suaka Alam Perairan (SAP) Selat Pantar dan Perairan Sekitarnya

Download (7.34 MB)
journal contribution
posted on 2018-11-29, 18:56 authored by Amkieltiela Amieltiela, D.A. Andradi-Brown, F. Firmansyah, Estradivari Estradivari

Suaka Alam Perairan (SAP) Selat Pantar dan Laut Sekitarnya terletak di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Kawasan ini memiliki keanekaragaman yang tinggi, yaitu 19 famili ikan karang, 11 famili mangrove, dan 7 spesies lamun. Untuk melindungi kawasan ini agar dapat terus menunjang kebutuhan masyarakat setempat, maka pada tahun 2015 SAP Selat Pantar dan Laut Sekitarnya resmi ditetapkan sebagai kawasan konservasi seluas 276.693,38 hektar melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 35/KEPMEN-KP/2015. Penilaian efektifitas pengelolaan juga perlu dilakukan secara rutin, salah satunya adalah melihat status dan perubahan kesehatan ekosistem terumbu karang 2-3 tahun sekali.

Pemantauan kesehatan karang di SAP Selat Pantar dilakukan pertama kali pada tahun 2014 dan dilanjutkan setelah 3 tahun yaitu pada 23 – 29 Maret 2017. Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian Ekspedisi Alor Flotim (#XPDCALORFLOTIM) yang dimulai dari tanggal 20 Maret hingga 6 April 2017. Informasi yang dikumpulkan yaitu karakteristik lokasi, tutupan bentik (PIT 3 x 50 meter), serta kelimpahan dan biomassa ikan karang (UVC 5 x 50 meter) di kedalaman 10 meter. Sebanyak 42 titik yang terdiri dari 20 titik di Zona Larang Tangkap, 6 titik di Zona Pemanfaatan, dan 16 titik di luar kawasan konservasi berhasil dikumpulkan sebagai data repetisi (T1) pada tahun 2017. Metode yang digunakan mengacu pada Protokol Pemantauan Kesehatan Terumbu Karang WWF-Indonesia (Amkieltiela & Wijonarno, 2015).

Kondisi ekosistem terumbu karang tahun 2017 di dalam kawasan SAP Selat Pantar terlihat cukup baik karena memiliki nilai tutupan karang keras (39 + 4%) tertinggi dan nilai pecahan karang (14 + 4%) terendah. Persentase tutupan pecahan karang tertinggi ditemukan di Zona Pemanfaatan yaitu 24 + 11%. Hal ini perlu menjadi perhatian, karena jika tidak ditindaklanjuti, maka tidak menutup kemungkinan area pecahan karang akan meluas hingga ke zona larang tangkap. Berbeda dengan ikan karang, kelimpahan dan biomassa ikan karang terlihat lebih tinggi di luar kawasan, yaitu berturut-turut 4220 + 857 individu/ha dan 1080 + 183 kg/ha. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah dan ukuran ikan karang lebih banyak dan besar daripada di dua zona lainnya.

Setelah 3 tahun, terjadi peningkatan kelimpahan dan biomassa ikan di dalam dan di luar kawasan SAP Selat Pantar. Zona larang tangkap menurunkan tutupan pecahan karang hingga 38% yang diikuti dengan meningkatnya kelimpahan ikan karang sebesar 36%. Peningkatan persentase tutupan alga diduga berkaitan erat dengan semakin melimpahnya kelompok ikan fungsional baik di dalam maupun diluar kawasan. Lain halnya dengan kelompok ikan ekonomis penting (komersial), status pemanfaatan perikanan saat ini membuat jumlah ikan ini cenderung stabil. 

Pengelolaan mampu meningkatkan kondisi ekosistem terumbu karang baik di dalam maupun di luar kawasan. Hal ini mengindikasikan bahwa manfaat pengelolaan kawasan tersebar hingga luar kawasan sekitar SAP Selat Pantar. Dengan meningkatkan patroli dan penegakan hukum, sosialisasi aturan zonasi, serta penyusunan regulasi harvest control rule diharapkan SAP Selat Pantar dan Laut Sekitarnya mampu memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat disekitarnya.

History